Pantai Penyusuk |
Sebenarnya pulau Bangka tidak masuk pada list destinasi perjalanan kami. Kurangnya pengetahuan dan persiapan yang matang akhirnya mengantarkan kami ke Bangka. Pelabuhan Belinyu yang awalnya kami kira berada di Belitung ternyata berada di Bangka dan itu kami sadari setelah kami berangkat ke Tanjung Priok untuk memesan tiket sehari sebelum keberangkatan kami.
Pada pukul 17.00 WIB, kamis, 7 Februari 2013 kami sudah berada di pelabuhan Tanjung Priok. Namun kami tidak langsung berangkat berlabuh setibanya di pelabuhan. Ya sesuai dengan jadwal yang tercantum di tiket, yaitu pukul 17.00 WIB (Waktu Insya Allah Bergeser). Butuh waktu kurang lebih 7 jam baru kami benar-benar berangkat.
Beberapa hari sebelum berangkat, teman saya yang sebelumnya pernah ke Manado via pelabuhan Tanjung Priok mengingatkan saya “hati-hati kalau di kapal, banyak calonya!”. Saya pun penasaran kok bisa di kapal banyak calonya.
“iya, di sana dek dicaloin dan calonya mainnya gerombolan gitu. Calonya itu nggak kayak calo-calo di terminal ato stasiun. Kalo terminal ato stasiun kemungkinan untuk menolak kalo gak sepakat ato menghindar itu lebih gampang. Dan mereka mainnya itu malak korban. Jadi kalo udah masuk kapal, jangan langsung nyari dek kalo bingung, tunggu aja di bagian belakang. Kalo ada yang nanya-nanya gak usah dijawab. Kalo kapal udah berangkat baru masuk ke dalem” Jelasnya.
Jujur, penjalasan temen saya membuat saya sedikit khawatir. Apalagi apa yang dia jelasin, yang begitu banyak kalo-kalonya, nggak membuat saya bener-bener ngerti, khususnya bagian belakang yang dia maksud. Penyebabnya tentu karena ini pengalaman awal saya melakukan perjalanan jauh menggunakan kapal.
Apa yang temen saya ceritakan ternyata benar adanya. Saat kami memasuki kapal, kami melihat ada gerombolan orang yang tiba-tiba narik beberapa penumpang dan nganterin mereka ke dek kosong (baca: belum ditempati). Setelah itu, mereka meminta bayaran dangan cara membentak-bentak penumpang tersebut. Tentunya penumpang tersebut merasa ketakutan untuk melawan, karena yang dihadapinya bukan sendiri, tapi tiga sampai lima orang. Akhirnya, si penumpang pun dengan tangan gemetar dan keringat dingin menyerahkan beberapa uang yang jumlahnya bisa sampai ratusan ke orang-orang tersebut.
Perasaan kasian pada penumpang yang jadi korban pemalakan tiba-tiba muncul, bercampur dengan perasaan geram terhadap para pemalak. Namun apa daya, saya tak mampu berbuat apa-apa terhadap kejadian yang terpampang jelas di depan mata saya. Yah, inilah potret kehidupan rakyat Indonesia yang katanya negerinya kaya-raya tapi masih ada rakyatnya yang ‘harus’ hidup dengan cara begituan. Ini pelajaran kedua yang saya dapati pada petualangan ini, selain molornya jadwal yang sampai berjam-jam.
Untungnya kami bertemu dengan seorang bapak-bapak pedagang sepatu (saya lupa namanya) yang juga naik kapal yang sama. Beliau sudah tujuh tahun bolak-balik Tanjung Priok-Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Selain itu, kami juga bertemu dengan seorang mas-mas (saya lupa nggak nanya namanya) yang juga baru pertama kali naik kapal via Tanjung Priok. Kamipun meminta bapak tadi untuk menjadi ‘pemandu’ sekaligus bodyguard kami :D dan Alhamdulillah kami terhindar dari ‘pemalakan’ para calo-calo kapal.
Dua orang temen seperjalanan kami |
Pukul 04.00 WIB kami tiba di Belinyu. Langit masih gelap. Kami memutuskan untuk singgah di musholla deket pelabuhan sambil menunggu waktu subuh dan jemputan. Pelabuhan Belinyu terbilang pelabuhan kecil, tapi walaupun masih gelap, saat itu cukup ramai oleh kendaraan antar kota.
Berbeda dengan daerah-daerah lain, di Bangka hampir tidak ada kendaraan umum jarak dekat. Oleh sebab itu, mayoritas masyarakat Bangka memiliki kendaraan sendiri. Transportasi yang ada hanya untuk jarak jauh, misalnya pelabuhan Belinyu-pelabuhan Mentok dan Belinyu-Bandara, itu pun hanya beroperasi sehari sekali, yaitu pukul 07.00 WIB. Bahkan jasa angkut macam ojek dan becak juga tidak ada.
Untuk berkeliling tempat-tempat bagus di pulau Bangka, kami menggunakan sepeda motor teman. Uniknya lagi, selama tiga hari di Belinyu, saya baru sekali ngeliat orang make helm, itu pun yang dibonceng, bukan yang ngebonceng :D.
Bareng Gaed P. Bangka |
Beruntungnya kami memiliki teman asli Belinyu yang kami baru sadari waktu kami dalam perjalanan Tanjung Priok-Belinyu. Saya pikir kami akan kesulitan untuk keliling Bangka jika kami tidak memiliki kenalan.
Di Belinyu, saya melihat kehidupan masyarakat yang begitu beragam, dari asal suku, agama, bahkan kulinernya. Keberagaman ini terlihat begitu indah. Orang-orangnya ramah dan lingkungannya aman. Bahkan saya pernah lupa meninggalkan motor di luar penginapan dengan kuncinya semalaman dan tak ada yang mengotak-atik ?.
Batu Dinding |
Pantai Romodong |
1 komentar:
keren ya bangka :)
Post a Comment