“Pokoknya kalo nggak berani berantem jangan ke Palembang
deh!” ujarnya, “apalagi di pelabuhannya, angkot dan ojeknya suka maksa. Belum
lagi kalo naik ojek dan angkot seringkali dibawa muter-muter dulu kalo
penumpangnya ketauan orang baru, tau-taunya pas nyampe mereka langsung minta ongkosnya gak tanggung-tanggung” tambahnya.
Cerita mas tersebut membuat saya was-was. Saya penasaran
apakah teman perjalanan saya juga merasakan yang sama, tapi saya nggak mau
nanya.
Beruntungnya Allah memperkenalkan saya dengan seorang @Sahabat5cm
asal Palembang yang bernama @reinypaulus, walaupun saat itu belum ketemu di dunia nyata. Saya pun mengabarinya beberapa hari sebelum keberangkatan untuk minta
bantuan ketika saya di Palembang.
“Insya Allah tanggal segitu aku lagi di Palembang, semoga
aja kita bisa ketemu kak!” katanya saat saya chatting dengannya sembari
langsung memberikan nomor handphonenya. @reinypaulus saat ini sedang melanjutkan
studinya di Jogja dan kebetulan dia lagi liburan di Palembang.
Ada dua cara dari Belinyu ke Palembang, naik Jetfoil atau
kapal ferry. Kedua-duanya via pelabuhan Mentok-Boom Baru membelah sungai Musi.
Yang membedakannya adalah waktu tempuh dan ongkos tentunya. Naik ferry
membutuhkan waktu kurang lebih 18 jam, sedangkan Jetfoil cuma kurang lebih 3
jam. Belum lagi jarak tempuh Belinyu-Mentok yang menghabiskan waktu 3 jam
lebih. Dengan berbagai pertimbangan maka kami memutuskan untuk naik Jetfoil
walau ongkosnya cukup lebih mahal dari ferry.
Jam 1 siang kami tiba di Boom Baru dan kami langsung ketemu
si @reinypaulus.
“udah lama nunggu, Ren?” Tanya saya.
“nggak, baru aja nyampek waktu kakak sms” jawabnya sambil
tersenyum, “kita nunggu bang Oji ya!” tambahnya.
Kami duduk tepat di depan gerbang pelabuhan sambil bercerita
ngalor-ngidul tentang @sahabat5cm. Sambil bercerita, saya sedikit mengamati
suasana pelabuhan. Sepertinya apa yang saya alami dan lihat berbeda jauh dari
apa yang diomongin tukang warung kopi yang saya temui di pelabuhan Belinyu. Para penjual jasa angkut juga tidak maksa-maksa kalo yang ditawarin nolak.
Saat bertemu bang Oji, dia bercerita banyak tentang
Palembang. Saya pun kemudian bertanya tentang kondisi Palembang yang
diceritakan tukang warung kopi dan bang Oji menjawab jika kondisi itu benar
adanya, tapi itu dulu, 7-10 tahun yang lalu, kalo sekarang aman-aman aja.
Sebelum keliling Palembang, bang Oji mengajak kami makan
siang di restoran fast food asal luar negeri yang cukup terkenal di Indonesia. Dia
sendiri bekerja di sana dan menempati posisi penting, bahkan mengurusi semua
cabang yang ada di Sumsel dan Sumbar. Hebat. Setelah itu kami langsung pergi ke
PO Bus untuk memesan tiket ke Bukittinggi.
Seperti kota-kota besar lainnya, Palembang juga mengalami
yang namanya macet. Bahkan kata bang Oji, kalo sudah jam 5 sore, jalanan begitu
padat. Saking macetnya perjalanan yang biasanya ditempuh 30 menit bisa
menghabiskan waktu berjam-jam. Ya, sama seperti di Jakarta dan sekitarnya.
Bareng dua orang hebat, bang Oji dan Reiny Paulus. |
Jika di Belinyu kami mengunjungi wisata-wisata alam, kalo di
Palembang yang ada hampir semua yang saya kunjungi adalah wisata budaya dan
olahraga, seperti makam raja-raja Sriwijaya, jembatan Ampera, benteng Kuto Besak
peninggalan zaman penjajahan Belanda, Jakabaring Sport City yang di dalamnya
ada stadion Brawijaya dan Wisma Atlet; gedung bermasalah yang akhir-akhir ini
jadi perbincangan hangat di negeri ini.
Jakabaring Sport Center. |
Untuk urusan kuliner, pastinya Palembang tak bisa dipisahkan
dengan yang namanya mpek-mpek. Pengunjung tinggal milih, dari mpek-mpek kelas
artis sampai mpek-mpek kelas kaki lima, semua ada (namanya juga gudangnya
mpek-mpek, hehe). Tapi ada wisata kuliner yang unik, yaitu warung terapung. Warung-warung
ini menyediakan aneka makanan dan minuman yang disajikan di atas perahu di atas
sungai Musi.
Warung Terapung sungai Musi |
0 komentar:
Post a Comment