Pages

Tuesday, July 23, 2013

Ngebolang ke Sumatra # Palembang



Setibanya di pelabuhan Belinyu, kami sempat ngopi di sebuah warung kecil yang ternyata punya orang Palembang yang kurang lebih 6-7 tahun tinggal di Belinyu. Saya kemudian bertanya banyak tentang Palembang, karena kebetulan Palembang rencananya menjadi destinasi selanjutnya setelah Bangka. Mas tersebut (lagi-lagi saya gak nanya namanya) bercerita kalo Palembang itu daerah yang rawan.

“Pokoknya kalo nggak berani berantem jangan ke Palembang deh!” ujarnya, “apalagi di pelabuhannya, angkot dan ojeknya suka maksa. Belum lagi kalo naik ojek dan angkot seringkali dibawa muter-muter dulu kalo penumpangnya ketauan orang baru, tau-taunya pas nyampe mereka langsung minta ongkosnya gak tanggung-tanggung” tambahnya.

Cerita mas tersebut membuat saya was-was. Saya penasaran apakah teman perjalanan saya juga merasakan yang sama, tapi saya nggak mau nanya.

Beruntungnya Allah memperkenalkan saya dengan seorang @Sahabat5cm asal Palembang yang bernama @reinypaulus, walaupun saat itu belum ketemu di dunia nyata. Saya pun mengabarinya beberapa hari sebelum keberangkatan untuk minta bantuan ketika saya di Palembang.

“Insya Allah tanggal segitu aku lagi di Palembang, semoga aja kita bisa ketemu kak!” katanya saat saya chatting dengannya sembari langsung memberikan nomor handphonenya. @reinypaulus saat ini sedang melanjutkan studinya di Jogja dan kebetulan dia lagi liburan di Palembang.

Ada dua cara dari Belinyu ke Palembang, naik Jetfoil atau kapal ferry. Kedua-duanya via pelabuhan Mentok-Boom Baru membelah sungai Musi. Yang membedakannya adalah waktu tempuh dan ongkos tentunya. Naik ferry membutuhkan waktu kurang lebih 18 jam, sedangkan Jetfoil cuma kurang lebih 3 jam. Belum lagi jarak tempuh Belinyu-Mentok yang menghabiskan waktu 3 jam lebih. Dengan berbagai pertimbangan maka kami memutuskan untuk naik Jetfoil walau ongkosnya cukup lebih mahal dari ferry.
Jam 1 siang kami tiba di Boom Baru dan kami langsung ketemu si @reinypaulus.

“udah lama nunggu, Ren?” Tanya saya.

“nggak, baru aja nyampek waktu kakak sms” jawabnya sambil tersenyum, “kita nunggu bang Oji ya!” tambahnya.

Kami duduk tepat di depan gerbang pelabuhan sambil bercerita ngalor-ngidul tentang @sahabat5cm. Sambil bercerita, saya sedikit mengamati suasana pelabuhan. Sepertinya apa yang saya alami dan lihat berbeda jauh dari apa yang diomongin tukang warung kopi yang saya temui di pelabuhan Belinyu. Para penjual jasa angkut juga tidak maksa-maksa kalo yang ditawarin nolak.

Saat bertemu bang Oji, dia bercerita banyak tentang Palembang. Saya pun kemudian bertanya tentang kondisi Palembang yang diceritakan tukang warung kopi dan bang Oji menjawab jika kondisi itu benar adanya, tapi itu dulu, 7-10 tahun yang lalu, kalo sekarang aman-aman aja.

Sebelum keliling Palembang, bang Oji mengajak kami makan siang di restoran fast food asal luar negeri yang cukup terkenal di Indonesia. Dia sendiri bekerja di sana dan menempati posisi penting, bahkan mengurusi semua cabang yang ada di Sumsel dan Sumbar. Hebat. Setelah itu kami langsung pergi ke PO Bus untuk memesan tiket ke Bukittinggi.

Seperti kota-kota besar lainnya, Palembang juga mengalami yang namanya macet. Bahkan kata bang Oji, kalo sudah jam 5 sore, jalanan begitu padat. Saking macetnya perjalanan yang biasanya ditempuh 30 menit bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Ya, sama seperti di Jakarta dan sekitarnya.

Bareng dua orang hebat, bang Oji dan Reiny Paulus.
Jika di Belinyu kami mengunjungi wisata-wisata alam, kalo di Palembang yang ada hampir semua yang saya kunjungi adalah wisata budaya dan olahraga, seperti makam raja-raja Sriwijaya, jembatan Ampera, benteng Kuto Besak peninggalan zaman penjajahan Belanda, Jakabaring Sport City yang di dalamnya ada stadion Brawijaya dan Wisma Atlet; gedung bermasalah yang akhir-akhir ini jadi perbincangan hangat di negeri ini.
Jakabaring Sport Center.
Untuk urusan kuliner, pastinya Palembang tak bisa dipisahkan dengan yang namanya mpek-mpek. Pengunjung tinggal milih, dari mpek-mpek kelas artis sampai mpek-mpek kelas kaki lima, semua ada (namanya juga gudangnya mpek-mpek, hehe). Tapi ada wisata kuliner yang unik, yaitu warung terapung. Warung-warung ini menyediakan aneka makanan dan minuman yang disajikan di atas perahu di atas sungai Musi.
Warung Terapung sungai Musi


0 komentar: