Jika aku ditanya hal apa yang paling tidak enak, maka
jawabanku adalah “Punya Hutang”. Ya, punya hutang. Kenapa? Soalnya hutang itu
berkaitan ama orang lain dan hutang tersebut akan terhapus hanya dengan cara
melunasinya. Selama hutang belum dibayar, maka orang yang punya hutang akan
selalu dikejar oleh tunggakan-tunggakan yang harus dilunasinya (kok balik lagi
ya sepertinya).
Yang pasti, siapapun di dunia ini pasti pernah tahu rasanya
berhutang, baik hutang budi, hutang janji, hutang uang, dan hutang-hutang yang
lainnya. Jika dibagi berdasarkan kategori, menurutku hutang dibagi menjadi dua,
yaitu hutang yang benar-benar terikat dan hutang yang nggak begitu terikat. Lho
kok cuma dua? Karena hakikatnya, yang namanya hutang nggak ada yang nggak
terikat, semuanya terikat. Hanya saja, tingkat kuatnya ikatan berbeda-beda. Makanya,
cuma dibagi dua.
Hutang yang benar-benar terikat adalah hutang yang biasanya
masa pelunasannya ditentukan atau berdasarkan kesepakatan penghutang dan
pemberi hutang (bener gak sih penghutang). Sedangkan hutang yang nggak begitu
terikat adalah hutang yang biasanya tidak ditentukan kapan pelunasannya. Hutang
seperti ini tampak lebih ringan daripada tipe hutang sebelumnya. Tetapi, kadangkala dampaknya lebih tidak mengenakkan daripada tipe hutang
sebelumnya. Kok bisa? Begini, ketika masa pelunasan hutang ditentukan maka
penghutang akan mengetahui kapan dia harus melunasi dan biasanya akan lebih
termotivasi untuk berusaha melunasi hutangnya. Hal ini sangat berbeda dengan
tipe hutang yang kedua. Karena waktu pelunasannya tidak ditentukan, maka
tuntutan pelunasan hutang bisa datang tiba-tiba. Hal tersebut akan sangat
menjadi masalah bagi penghutang jika dia belum siap melunasi hutangnya sedangkan
pemberi hutang sudah memintanya.
Namun demikian, ketentuan waktu pelunasan hutang juga seringkali
tidak bisa dipenuhi bahkan cenderung diabaikan oleh penghutang. Sehingga tak
jarang pemberi hutang meminta tambahan labih dari jumlah awal hutang jika pada
waktu pelunasannya penghutang belum meluniasinya.
Hal ini juga berlaku bagi aktifitas #30hariblogging2. Walaupun
tidak ada perjanjian yang benar-benar mengikat, secara prinsip, kesepakatan
bahwa geng #30hariblogging2 harus memposting 1 postingan setiap harinya
merupakan sebuah kesepakatan yang harus ditaati dan dilunasi. Hanya saja,
kriteria-kriteria yang ada pada dua tipe hutang yang sudah disebutkan di atas
tidak ‘benar-benar’ berlaku. Karena, walaupun kesepakatannya masing-masing geng
harus memposting satu postingan pada tiap harinya, pada prakteknya, menurut
pengalaman yang sudah terjadi, tidak ada satupun geng yang bener-bener bisa secara
konsisten memposting satu postingan setiap harinya. Hal tersebutlah yang
kemudian membuat para gengs menghutang postingan. Bahkan pada hari ketigapuluh pun
ada yang memiliki kendala untuk melunasi postingan-postingan yang nunggak. Namun, hutang yang tidak terlunasi tidak menyebabkan para geng harus memposting jumlah yang labih dari 30 lantaran pernah punya hutang.
Namun demikian, kewajiban memposting yang belum
terselesaikan akan menjadi hutang yang akan terus menerus dituntut untuk
dilunasi. Oleh siaapa? begini, walaupun tak akan ada seorang pun yang akan menuntut dan menagih
hutang postingan (selain karena tak ada yang jadi tukang tagih, juga karena
masing-masing geng pernah/masih punya hutang) tetap saja hutang tersebut akan
menjadi sebuah ‘kewajiban’ yang harus dilunasi. Namanya juga hutang. Kalau sudah jadi hutang, apapun jadi gak enak.
0 komentar:
Post a Comment