Pages

Monday, May 28, 2012

#Day 27: Pepatah Bermasalah 2

Maaf Sebelumnya jika judulnya terlalu arogan atau terlalu-terlalu yang lain. Bukan maksud untuk menyalahkan atau tidak menghargai pencipta pepatah-pepatah yang aku sebutkan, toh aku juga tidak menyalahkan, tapi sekedar mempermasalahkan. Mempermasalahkan bukan berarti menyalahkan, karena bisa jadi yang aku anggap bermasalah karena belum aku temukan titik yang tidak bermasalah. Tapi untuk saat ini aku masih menganggap papatah yang aku sebutkan pada postingan sebelumnya, memang bermasalah (sekali lagi bukan salah).
Setelah beberapa kali merenungkan permasalahan tentang pepatah, aku mendapatkan dua kesimpulan bahwa pertama, pepatah bermasalah karena kalimat pepatah tersebut secara logika berlawanan dengan maksud dari pepatah itu sendiri. Untuk yang jenis ini, contoh-contohnya sudah aku sebutkan pada postingan sebelumnya. Kedua, karena pepatah tersebut dipatahkan oleh pepatah yang lain. Untuk kasus ini bisa dilihat dalam contoh pepatah (sebenarnya juga ada dalam postingan sebelumnya) yang mengatakan “Hiduplah seperti lilin, dia rela hancur demi menerangi sekitarnya” dan dipatahkan dengan pepatah lain yang mengatakan “Berkorbanlah, tapi jangan jadi korban!”
Dan ternyata pepatah yang bermasalah itu tidak hanya pepatah-pepatah Indonesia saja. Papatah bahasa Inggris juga bermasalah. Pepatah bermasalah tersebut aku temukan dari update-status temanku yang ternyata menganalisa permasalahan pepatah (ternyata aku ada temenya, hehe). Update-status itu berbunyi “Practice makes perfect. Nobody is perfect”. lalu ngapain harus “practice”?. Permasalahan pepatah ini bisa termasuk dalam kategori permasalahan pepatah yang kedua, yaitu pepatah satu dipatahkan oleh pepatah yang lain, tetapi juga bisa dimasukkan dalam kategori yang pertama. Sebenarnya, menurutku permasalahannya bukan di kata “practice” nya tapi pada kata “perfect”nya. Tujuan dari “practice”, jika dilihat lebih dalam bukan untuk menjadi “perfect” karena “perfectness” itu sendiri tidak ada, tetapi untuk menjadikannya “habit”. Nah, ketika hal yang di “practice” itu menjadi habit, maka kesalahan-kesalahan yang sering terjadi sebelum menjadi “habit” akan berkurang, bukan “no mistakes perfectly”.

0 komentar: