Pages

Sunday, May 6, 2012

#Day 6: Warna-Warna Poligami 2

Huft.... Aku lelah, benar-benar lelah dengan semua ini. Aku selalu dipandang sebelah mata oleh banyak orang akan statusku karena tujuanku dianggap hanya untuk kepuasan semata. Kata poligami seolah-olah menjadi monster yang menakutkan sekaligus hal yang menjijikkan tanpa melihat apa dibalik terjadinya poligami. Ya seperti yang menimpaku hari ini saat bertemu dengan ibu-ibu penjual sepatu itu. Tanpa A I U Ba Bi Bu, ia langsung menganggapku manusia paling aneh, abnormal.

"Sudah di stasiun Jatibarang ternyata," gumamku.

"Ini kosong kan mas?" tiba-tiba seorang laki-laki berusia kira-kira 40an bertanya padaku.
"Ya, kosong, pak! Baru aja turun," jawabku sambil sedikit tersenyum.
Laki-laki tersebut duduk di depanku.

"Mau ke mana pak?" tanyaku.

"Oh, ini mau ke Jogja," jawabnya dengan logat Jawanya yang khas "Istri saya tiba-tiba sakit, mas, tadi pagi dia nelpon" tambahnya.

"Oh, bapak di sini lagi kerja?" tanyaku.

"Nggak mas, di sini saya dari dua hari yang lalu di rumah istri" jawabnya.

"Lho, kok?" tanyaku singkat (bingung maksudnya).

"Ya, saya ke sini ngunjungi istri saya," jelasnya sambil berhehe ria.

"Poligami?" tanyaku sambil merendahkan suaraku.

Oh Tuhan!!! sepertinya hari ini memang hari poligami buatku. Baru beberapa jam yang lalu aku bertemu dengan orang yang sangat tak suka poligami, sekarang aku bertemu dengan pelaku poligami. "Emang kamu sendiri bukan pelaku poligami?" tanya otak kananku. "hehe, iya ding" jawab otak kiriku.

Laki-laki tersebut yang ternyata bernama Sumaryoto bercerita tentang hidupnya padaku. Dia dulunya adalah seorang sopir pribadi dari seorang pengusahawati  yang berasal dari Jogjakarta. Katanya, dia "terpaksa" menjadi sopir setelah beberapa usaha rental kaset bajakannya di Jakarta mengalami kerugian. Karena dia tak ingin anak istrinya tak makan, (yang pasti dia juga gak pengin dirinya sendiri gak makan) maka dengan kemampuan menyopirnya yang lumayan, dia menerima pekerjaan tersebut yang ditawarkan oleh salah satu temannya. Dan dia sangat bersyukur karena ternyata majikannya tersebut sangat baik padanya dan juga keluarganya. Hampir semua kebutuhan hidupnya dan keluarganya, bahkan pendidikan anaknya diurus oleh majikannya.

Dia juga bercerita kalau dia terpaksa menikah untuk yang kedua kalinya. Kok bisa? (hmm.. pertanyaan yang sebenarnya tak perlu aku tanyakan). Setelah dia menjadi sopir pribadi dari pengusahawati tersebut, dia begitu sibuk, terutama di saat majikannya yang waktu itu sudah berusia 34 tahun mau menikah. Dia harus mengantarkan undangan ke sana sini, bikin itu bikin ini, hubungi si Anu hubungi si Ani, dan kesibukan yang lain. Pada saat hari pernikahan sang majikan pun dia tetap sibuk (ya iyalah, masak waktu hari H justru nyantai-nyantai). Dia selalu stand by takut-takut majikannya membutuhkannya. Dengan berdandan rapi, dia berada di depan sebuah masjid di mana akad nikah akan dilangsungkan. Tapi ternyata rencana pernikahan tidak berjalan sesuai rencana. Jadwal yang pada awalnya mempelai pria akan dilangsungkan pukul delapan,  sampai pukul sembilan mempelai pria belum juga datang.

Pada pukul 9.30 Sumaryoto dipanggil oleh majikannya dan ditanya apakah ada tanda-tanda kedatangan mempelai pria dan dia pun menjawab kalau tanda-tanda tersebut tidak ada. Sang majikanpun mulai gusar, bingung dan cemas karena sampai jam 10 pun ternyata tetap tak datang, kabar pun tak ada, bahkan hingga kini, kata Sumaryoto, alasan ketidakdatangan sang mempelai pria belum juga terungkap.

Tepat pukul 10.15, sang majikan pun memanggil Sumaryoto.

"Sumaryoto,,, main yuk!"

Maaf, bukan gitu manggilnya. Intinya dia di es em es supaya menghadap majikannya. Saat menghadap majikanya, tanpa basa-basi majikannya bertanya "Sumaryoto, maukah Anda membantu saya?" 
"Selama saya bisa saya akan bantu, Bu!" jawabnya mantap. Dia tahu, begitu banyak kebaikan-kebaikan majikannya padanya, dan dengan membantu majikannya baginya merupakan sebuah upaya membalas budi (kok budi yang dibalas, kan belum tentu budi yang salah, halah). Ternyata majikannya tersebut membawa Sumaryoto ke dalam masjid untuk bertemu penghulu yang sudah cukup lama menunggu akad nikah dimulai. Di depan penghulu, majikannya berkata "Bapak penghulu, ini calon suami saya. Mari kita langsungkan akad nikahnya."

2 komentar:

I'm_Oz said...

nanggung ceritanya :'(

Unknown said...

Thanks for Reading. Emang sengaja!